Kajari Banda Aceh sebut Kejaksaan berperan awasi aliran kepercayaan

Banda Aceh (Aentenews) – Kepala Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Suhendri menegaskan Kejaksaan memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dan ketentraman umum, khususnya melalui pengawasan aliran kepercayaan serta pencegahan penyalahgunaan dan penodaan agama.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI, kami berkewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara, serta mencegah terjadinya penodaan agama, katanya di Banda Aceh, Kamis.
Hal tersebut merupakan upaya nyata Kejaksaan dalam menjaga kerukunan umat beragama,” ujar Suhendri dalam rapat koordinasi Tim Pakem di Banda Aceh, Rabu (24/09/2025). Karenanya, penguatan toleransi menjadi kunci utama untuk mencegah terjadinya konflik.
Bentuk toleransi itu antara lain saling menghargai hari besar agama lain, tidak memaksakan keyakinan, menjalin silaturahmi lintas agama, hingga menghindari ujaran kebencian.
“Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut keyakinannya, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) serta Pancasila. Oleh karena itu, kita semua memiliki kewajiban untuk menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi nilai kerukunan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa Kejaksaan bersama tim Pakem akan terus melakukan pendekatan preventif, represif, maupun restoratif dalam menangani potensi konflik keagamaan. Langkah tersebut meliputi pendidikan toleransi, penyuluhan hukum, dialog lintas agama, penegakan hukum
Kepala Kejaksaan Negeri Banda Aceh itu menegaskan pentingnya peran Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (PAKEM) sebagai garda terdepan dalam menjaga ketertiban dan kerukunan umat beragama di Kota Banda Aceh.
Menurutnya, tugas utama PAKEM tidak hanya menerima dan menganalisa laporan terkait aliran kepercayaan yang berkembang di masyarakat, tetapi juga melakukan langkah-langkah preventif dan represif agar potensi konflik bisa dicegah sejak dini.
“Kejaksaan bersama unsur terkait seperti pemerintah daerah, kepolisian, TNI, Kementerian Agama, hingga Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memastikan tidak ada ajaran menyimpang maupun ujaran kebencian yang dapat memecah belah kerukunan masyarakat,” ujar Suhendri.
Ia menambahkan, pola penanggulangan konflik keagamaan harus mengedepankan tiga pendekatan, yakni preventif, melalui sosialisasi hukum dan pendidikan toleransi; represif, lewat penegakan hukum tegas jika ada pelanggaran; serta restoratif, dengan jalan mediasi dan rekonsiliasi bila konflik masih bisa diselesaikan damai.
“Kerukunan umat beragama adalah jiwa Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan keyakinan jangan sampai menjadi pemicu perpecahan, justru harus menjadi kekuatan untuk memperkokoh persatuan bangsa,” pungkasnya.
Rilis Kejari Banda Aceh