
Banda Aceh (Aentenews) – Aliansi Mahasiswa Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Aceh, menduga ada indikasi praktek pungutan liar (pungli) pada program revitalisasi sekolah di salah satu kabupaten di wilayah barat dan selatan Aceh.
“Program revitalisasi sekolah yang digadang-gadang sebagai bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) Presiden Prabowo Subianto justru dicemari aroma pungutan liar di salah satu kabupaten wilayah Barat Selatan Aceh,” kata Ketua DPW Alamp Aksi Mahmud Padang dalam rilisnya dan diterima Aentenews.com di Banda Aceh, Kamis.
Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan, dari total pagu fisik di salah satu kabupaten sebesar Rp 14,45 miliar yang dialokasikan untuk 15 sekolah, terendus adanya indikasi dugaan potongan hingga 15 persen di setiap kegiatan. Jika dikalkulasi, nilai pungli yang menguap mencapai sekitar Rp 2,167 miliar.
Mahmud Padang, menyebut pola pengutipan itu bukan sekadar rumor tapi merupakan adanya indikasi pungli yang tak boleh dibiarkan begitu saja.“Ini sudah jadi rahasia umum di warung-warung kopi. Dugaan pungli dilakukan oleh oknum non ASN yang bukan pejabat resmi, tetapi punya kuasa untuk memungut uang dari pihak penerima bantuan,” ujarnya menambahkan.
Informasi yang dihimpun Alamp Aksi memperlihatkan pungutan dilakukan secara sistematis kepada pihak penerima. Oknum perantara inilah yang berperan sebagai “penjaga pintu”, memastikan dana bantuan tidak mengalir penuh ke penerima karena sebagian dipotong untuk kepentingan kelompok tertentu.
Kata Mahmud, fenomena ini dalam literatur tata kelola publik disebut sebagai “state capture corruption” yaitu praktik korupsi oleh aktor informal yang mampu membajak kebijakan publik melalui jalur non formal.
Secara regulasi, lanjut Mahmud, praktik ini jelas melanggar hukum. Program revitalisasi sekolah dijalankan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang menekankan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 e, melarang keras setiap bentuk pungutan tanpa dasar hukum. Dalam perspektif hukum administrasi negara, pungutan oleh pihak non-ASN yang tidak memiliki kewenangan formal adalah bentuk penyalahgunaan akses kekuasaan yang masuk kategori tindak pidana korupsi.
Menurutnya, kerugian dari pungli ini bukan semata angka. Uang Rp 2,1 miliar lebih yang diduga digelapkan itu bisa berarti puluhan ruang kelas yang tak jadi diperbaiki, laboratorium yang gagal dibangun, atau fasilitas sanitasi yang tetap dibiarkan rusak.
Dampaknya nyata: anak-anak tetap belajar di ruang rapuh, bocor, dan jauh dari standar pendidikan yang layak. Dalam konteks hak asasi manusia, kondisi ini merupakan pelanggaran terhadap hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 Pasal 31 dan ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Mahmud Padang menegaskan, jika praktik ini benar, maka kerugian yang ditanggung masyarakat tidak hanya berupa kebocoran anggaran, tetapi juga hilangnya kesempatan generasi muda untuk belajar di ruang kelas yang aman dan bermutu.
“Membiarkan pungli ini sama saja merampas masa depan anak bangsa. Program strategis nasional yang seharusnya menjadi kebanggaan, berubah menjadi ladang bancakan segelintir orang,” katanya.
Atas dasar itu, Alamp Aksi mendesak Kejaksaan Tinggi Aceh turun tangan penuh. Menurut Mahmud, penanganan di tingkat kabupaten rawan konflik kepentingan mengingat kedekatan sosial-politik antara aktor lokal.
Hanya Kejati Aceh yang dinilai punya independensi untuk membongkar jaringan pungli ini. “Persoalan ini sudah jadi buah bibir masyarakat. Jika aparat serius, dalam waktu singkat praktik ini bisa terbongkar,” tegasnya.
Alamp Aksi menyatakan sudah mengantongi informasi awal dan terus melakukan pemantauan. Pihaknya juga meyakini Kejati Aceh dengan jejaringnya akan lebih mudah melacak dan membongkar indikasi pungli anggaran revitaslisasi sekolah yang merupakan program pemerintah pusat.
Alamp Aksi juga berkomitmen mengawal jalannya proses hukum agar tidak berhenti di meja rumor atau laporan semu. “Program Presiden Prabowo harus dijaga dari tangan-tangan kotor. Kami yakin Kejati Aceh punya tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan pembangunan pendidikan benar-benar sampai ke rakyat, bukan berhenti di kantong mafia,” pungkas Mahmud Padang
Rilis/Redaksi